Ok pemirsa…catatan perjalanan berlanjut kembali.
Pada episode 1, saya kisahkan akhir perjalanan saya dengan SJ AC ekonomi . Setelah kami turun dari bus, kami tak langsung ke
rumah teman di daerah Limbangan, namun kami mampir sejenak ke tempat kenalan
teman ini, selain untuk menunaikan kewajiban seorang hamba kepada Pencipta Nya
juga sekalian pinjam motor. Menurut teman jarak yang harus kami tempuh masih
sekitar 5 km lagi, tanpa ada angkutan atau ojek. Hemmm…baiklah, petualangan sepertinya mulai mengasikkan.
Singkat cerita, duduklah kami menunggangi motor antik
keluaran pabrikan sayap terbang tahun 80 an. Ada kejadian lucu menunggangi si antik
ini, kami berfikir persneling gigi 1 maju, kemudian mundur untuk gigi 2,3 dan
4. Tapi ternyata semua persneling gigi 1 – 4 harus kami injak ke depan semua.
Pantas, setiap mau masuk gigi 2, persneling kami injak ke belakang gigi
langsung netral. Maklum lah, kami terbiasa menunggangi Kawak 250 (hehehe…keliatan
boong nya).
Motor meliuk-liuk di jalan tanah berdebu, mau tau
kecepatannya? Tak lebih dari 25 km/jam.
Mau dipecut, bukan kuda. Mau digeber bukan Kawak 250. Sabar….sabar….
Oiya…yang bikin mata gak nahan adalah di sisi kiri
kanan jalan, terhampar jemuran bawang merah hasil panen penduduk yang memang
notabene mereka petani bawang merah. Dan kembali ketika kami sampai di daerah
tegalan persawahan, mata saya kembali disuguhi hamparan hijaunya tanaman bawang
merah. Terhampar di bedeng-bedeng yang terlarik rapi, penduduk sih biasa
menyebut kotakan untuk tanaman bawang merah. Hemmm…jadi teringat panasnya kuping saat mendengar harga bawang merah yang kadang tembus di atas normal. Lah
di sini berhektar-hektar budidaya bawang merah yang siap mencukupi kebutuhan
bawang merah negeri ini. Bagaimana peran pemerintah dalam hal ini? Entahlah…lieur
euy mikiranana!
Finally, kamipun sampai di rumah teman ini. Beristirahat sembari bernarsis ria. Kalau
nggak foto-foto apalagi dong. Oiya, masih penasaran sama si antik yang gas
pollnya cuman sampai 30 km/jam? Nih penampakannya….
Tepat sebelum adzan magrib, yang kami tunggu sudah datang.
Yup, Bapake’ temen datang dari kontrol tanaman cabenya. Daaaannn…. akhirnya
pemirsa, singkat cerita kesepakatan pun dibuat. Saya menitipkan sejumlah dana
untuk budidaya bawang merah kepada orang tua teman, dengan salah satu
kesepakatan pembagian keuntungan dari budidaya ini adalah 50:50. Adil? Insyaalloh…karena itu salah satu
kearifan local yang telah turun temurun dari nenek moyang sejak dulu. Pemilik
modal memberikan modal untuk bibit bawang, si pemilik lahan bertugas mengelola,
merawat tanaman dengan segala daya upaya dan jiwa raga hingga titik darah
penghabisan. Halah…lebay men le bahasamu!
Baiklah pemirsa, karena urusan dirasa cukup,
akhirnya kamipun kembali menunggangi si antik untuk membeli tiket bus sebagai
sarana kami kembali ke Jakarta. 2 lembar tiket Sinar Jaya kembali kami tebus.
Oiya, bagaimana dengan si antik? Tentu kami kembalikan kepada si empunya.
Lalu bagaimana cerita perjalanan kami kembali ke ibu
kota? Nanti ada diepisode berikutnya ya…tapi sebelum saya akhiri episode ke 2 ini,
nih ada foto narsis saya. Jarang-jarang saya narsis lho. Hehehehehee…..cekidot!
Aku komen kok nggak bisa masuk ya mas....
BalasHapus