Minggu, 06 Oktober 2013

Menggapai Harapan (Sebuah Catatan Perjalanan 2)


Ok pemirsa…catatan perjalanan berlanjut kembali. 


Pada episode 1, saya kisahkan akhir perjalanan saya dengan SJ AC ekonomi . Setelah kami turun dari bus, kami tak langsung ke rumah teman di daerah Limbangan, namun kami mampir sejenak ke tempat kenalan teman ini, selain untuk menunaikan kewajiban seorang hamba kepada Pencipta Nya juga sekalian pinjam motor. Menurut teman jarak yang harus kami tempuh masih sekitar 5 km lagi, tanpa ada angkutan atau ojek.  Hemmm…baiklah, petualangan sepertinya mulai mengasikkan.


Singkat cerita, duduklah kami menunggangi motor antik keluaran pabrikan sayap terbang tahun 80 an. Ada kejadian lucu menunggangi si antik ini, kami berfikir persneling gigi 1 maju, kemudian mundur untuk gigi 2,3 dan 4. Tapi ternyata semua persneling gigi 1 – 4 harus kami injak ke depan semua. Pantas, setiap mau masuk gigi 2, persneling kami injak ke belakang gigi langsung netral. Maklum lah, kami terbiasa menunggangi Kawak 250 (hehehe…keliatan boong nya).


Motor meliuk-liuk di jalan tanah berdebu, mau tau kecepatannya? Tak lebih dari 25 km/jam.  Mau dipecut, bukan kuda. Mau digeber bukan Kawak 250. Sabar….sabar….


Oiya…yang bikin mata gak nahan adalah di sisi kiri kanan jalan, terhampar jemuran bawang merah hasil panen penduduk yang memang notabene mereka petani bawang merah. Dan kembali ketika kami sampai di daerah tegalan persawahan, mata saya kembali disuguhi hamparan hijaunya tanaman bawang merah. Terhampar di bedeng-bedeng yang terlarik rapi, penduduk sih biasa menyebut kotakan untuk tanaman bawang merah. Hemmm…jadi teringat panasnya kuping saat mendengar harga bawang merah yang kadang tembus di atas normal. Lah di sini berhektar-hektar budidaya bawang merah yang siap mencukupi kebutuhan bawang merah negeri ini. Bagaimana peran pemerintah dalam hal ini? Entahlah…lieur euy mikiranana!


Finally, kamipun sampai di rumah teman ini.  Beristirahat sembari bernarsis ria. Kalau nggak foto-foto apalagi dong. Oiya, masih penasaran sama si antik yang gas pollnya cuman sampai 30 km/jam? Nih penampakannya….

Tepat sebelum adzan magrib, yang kami tunggu sudah datang. Yup, Bapake’ temen datang dari kontrol tanaman cabenya. Daaaannn…. akhirnya pemirsa, singkat cerita kesepakatan pun dibuat. Saya menitipkan sejumlah dana untuk budidaya bawang merah kepada orang tua teman, dengan salah satu kesepakatan pembagian keuntungan dari budidaya ini adalah 50:50.  Adil? Insyaalloh…karena itu salah satu kearifan local yang telah turun temurun dari nenek moyang sejak dulu. Pemilik modal memberikan modal untuk bibit bawang, si pemilik lahan bertugas mengelola, merawat tanaman dengan segala daya upaya dan jiwa raga hingga titik darah penghabisan. Halah…lebay men le bahasamu!


Baiklah pemirsa, karena urusan dirasa cukup, akhirnya kamipun kembali menunggangi si antik untuk membeli tiket bus sebagai sarana kami kembali ke Jakarta. 2 lembar tiket Sinar Jaya kembali kami tebus. Oiya, bagaimana dengan si antik? Tentu kami kembalikan kepada si empunya.


Lalu bagaimana cerita perjalanan kami kembali ke ibu kota? Nanti ada diepisode berikutnya ya…tapi sebelum saya akhiri episode ke 2 ini, nih ada foto narsis saya. Jarang-jarang saya narsis lho. Hehehehehee…..cekidot!

1 komentar: