Kamis, 10 Oktober 2013
PUJIAN
Beberapa waktu yang lalu saya mendapat pujian dari beberapa teman kerja, mereka bilang baju batik yang
saya pakai bagus. Hehehe... sedikit tersipu dan sempat membuat hidung
saya kembang kempis. (GR.com)
Pujian (menurut saya) ternyata
diperlukan. Ia salah satu bentuk apresiasi sesorang atas apa yang dilakukan orang
lain. Selain itu membawa energi positif yang membuat si penerima pujian
ingin berbuat hal positif itu dilain kesempatan.
Jika anak Anda mendapat nilai bagus di sekolahnya, tak ada salahnya
Anda puji. Jika suami Anda membawakan makanan kecil sebagai buah tangan
saat pulang kerja, tak ada salahnya Anda puji. Tentu dengan pujian
sewajarnya. Saya yakin, di awal bulan, jatah uang belanja Anda akan
bertambah. Anda tak yakin? Coba saja!
COMMENTLAH ENGKAU, NANTI (tak) KU JAWAB
Memberi comment pada sebuah status seseorang di jejaring sosial memang
mengasikkan, apalagi yang sifatnya diskusi. Namun kadang kala hasil
comment kita tidak mendapat tanggapan balasan dari si pemilik status. Jika
Anda sering mengalaminya, bersabar dan tetap berbaik sangka saja.
Pada dasarnya, seseorang yang menulis comment berharap ada timbal balik,
jika komentar kita berisi pendapat tentang sesuatu yang didiskusikan, kita
berharap si pemilik status bereaksi atas pendapat kita, sepakat atau mempunyai
pendapat lain, sehingga diharapkan ada manfaat lebih dari sebuah status.
Namun kita juga harus maklum, barangkali si pemilik status belum memiliki waktu
untuk membalas comment kita. Tapi kalau tidak punya waktu kok beberapa menit
kemudian ia membuat status baru lagi ? Artinya dia punya waktu dong?
Seyogyanya memang membalas komentar dari teman perlu
dilakukan, minimal klik 'LIKE' sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan
kita. Tak sulit bukan?
Minggu, 06 Oktober 2013
Silaturohim dalam Sepiring Pempek
Coba perhatikan gambar di atas, gambar sepiring pempek. Hemm terbayang kelezatannya ya? Kenapa saya katakan lezat? Ya, tentu lezat lha wong pempek itu didatangkan langsung dari Palembang. Tau dong menu kuliner terkenal kota Palembang? Yup, pempek.
Pempek ini diterbangkan khusus oleh rekan kerja kami yang bertugas di cabang Palembang. Tak tanggung-tanggung, 1 dus penuh empek-empek plus kuahnya diperuntukkan untuk kami (karyawan divisi keuangan kantor pusat) serta temen-teman cleaning service + peramu kantor. Dan jika ditotal berjumlah 30 orang.
Bagaimana suasana saat pembagian pempek ini? Suasana riuh rendah (lebay) tercipta seketika. Bahagia, senang serta suprize tentunya. Mendapat pempek asli dari Palembang gratisan. Hehehehe….Jangan berfikir, “halah cuman pempek gitu aja kok sampe heboh!” Eit….bukan nilai barangnya bro and sister, tetapiiii….. nilai silaturohimnya. Karena silaturohim secara face to face jarang bisa dilakukan, yaaa setidak-tidaknya silaturohim dalam bentuk pemberian hadiah, oleh-oleh atau saling kirim mengirimkan makanan khas suatu daerah. Seperti contoh dalam tulisan ini.
Apalagi silaturohim kan dianjurkan. Hikmah dari silaturohim pun banyak. Memperpanjang usia, memperluas, serta mendatangkan rejekinya. Jadi siapa yang mau panjang usia dan dimudahkan rejekinya? Mari bersilaturohim dan jangan lupa, saling mengirim hadiah juga bentuk sebuah silaturohim. Ngomong-ngomong siapa yang mau kirim hadiah buat saya ya? Hihihihi…….
Menggapai Harapan (Sebuah Catatan Perjalanan 2)
Ok pemirsa…catatan perjalanan berlanjut kembali.
Pada episode 1, saya kisahkan akhir perjalanan saya dengan SJ AC ekonomi . Setelah kami turun dari bus, kami tak langsung ke
rumah teman di daerah Limbangan, namun kami mampir sejenak ke tempat kenalan
teman ini, selain untuk menunaikan kewajiban seorang hamba kepada Pencipta Nya
juga sekalian pinjam motor. Menurut teman jarak yang harus kami tempuh masih
sekitar 5 km lagi, tanpa ada angkutan atau ojek. Hemmm…baiklah, petualangan sepertinya mulai mengasikkan.
Singkat cerita, duduklah kami menunggangi motor antik
keluaran pabrikan sayap terbang tahun 80 an. Ada kejadian lucu menunggangi si antik
ini, kami berfikir persneling gigi 1 maju, kemudian mundur untuk gigi 2,3 dan
4. Tapi ternyata semua persneling gigi 1 – 4 harus kami injak ke depan semua.
Pantas, setiap mau masuk gigi 2, persneling kami injak ke belakang gigi
langsung netral. Maklum lah, kami terbiasa menunggangi Kawak 250 (hehehe…keliatan
boong nya).
Motor meliuk-liuk di jalan tanah berdebu, mau tau
kecepatannya? Tak lebih dari 25 km/jam.
Mau dipecut, bukan kuda. Mau digeber bukan Kawak 250. Sabar….sabar….
Oiya…yang bikin mata gak nahan adalah di sisi kiri
kanan jalan, terhampar jemuran bawang merah hasil panen penduduk yang memang
notabene mereka petani bawang merah. Dan kembali ketika kami sampai di daerah
tegalan persawahan, mata saya kembali disuguhi hamparan hijaunya tanaman bawang
merah. Terhampar di bedeng-bedeng yang terlarik rapi, penduduk sih biasa
menyebut kotakan untuk tanaman bawang merah. Hemmm…jadi teringat panasnya kuping saat mendengar harga bawang merah yang kadang tembus di atas normal. Lah
di sini berhektar-hektar budidaya bawang merah yang siap mencukupi kebutuhan
bawang merah negeri ini. Bagaimana peran pemerintah dalam hal ini? Entahlah…lieur
euy mikiranana!
Finally, kamipun sampai di rumah teman ini. Beristirahat sembari bernarsis ria. Kalau
nggak foto-foto apalagi dong. Oiya, masih penasaran sama si antik yang gas
pollnya cuman sampai 30 km/jam? Nih penampakannya….
Tepat sebelum adzan magrib, yang kami tunggu sudah datang.
Yup, Bapake’ temen datang dari kontrol tanaman cabenya. Daaaannn…. akhirnya
pemirsa, singkat cerita kesepakatan pun dibuat. Saya menitipkan sejumlah dana
untuk budidaya bawang merah kepada orang tua teman, dengan salah satu
kesepakatan pembagian keuntungan dari budidaya ini adalah 50:50. Adil? Insyaalloh…karena itu salah satu
kearifan local yang telah turun temurun dari nenek moyang sejak dulu. Pemilik
modal memberikan modal untuk bibit bawang, si pemilik lahan bertugas mengelola,
merawat tanaman dengan segala daya upaya dan jiwa raga hingga titik darah
penghabisan. Halah…lebay men le bahasamu!
Baiklah pemirsa, karena urusan dirasa cukup,
akhirnya kamipun kembali menunggangi si antik untuk membeli tiket bus sebagai
sarana kami kembali ke Jakarta. 2 lembar tiket Sinar Jaya kembali kami tebus.
Oiya, bagaimana dengan si antik? Tentu kami kembalikan kepada si empunya.
Lalu bagaimana cerita perjalanan kami kembali ke ibu
kota? Nanti ada diepisode berikutnya ya…tapi sebelum saya akhiri episode ke 2 ini,
nih ada foto narsis saya. Jarang-jarang saya narsis lho. Hehehehehee…..cekidot!
Sabtu, 05 Oktober 2013
Menggapai Harapan (Sebuah Catatan Perjalanan 1)
Jam tepat menunjukkan pukul 5.30 pagi, hari itu
Sabtu tanggal 14 September 2013. Saya
sudah di atas jok Supra X 125 milik kantor menuju kediaman teman di daerah Kelapa
Dua, Depok. Ya, hari itu saya ada janji dengan teman untuk melakukan perjalanan
menggapai harapan (halah…bahasanya nggak kuat).
Saya bermaksud untuk pergi ke rumah teman saya itu di kota Brebes, ada
satu urusan yang harus kami selesaikan. Dengan transportasi apa kami ke Brebes?
Jawabannya tentu dengan menggunakan bus. Ya bus, mode transportasi yang saya
sukai.
Jalanan cukup lancar. Bintaro – Depok via TB
Simatupang saya tempuh dengan kecepatan dikisaran 50 – 60 km/jam, hingga
akhirnya jam 6.20 pagi saya sudah sampai Kelapa Dua. Tak berlama-lama di tempat
teman, kami berdua menyusuri jalan Margonda menuju agen Bus Sinar Jaya,
disamping kantor Walikota Depok.
Oiya, karena agen Sinar Jaya ini tak menerima
titipan motor, kami berencana untuk menitipkan motor di tempat saudara teman
saya di daerah Margonda. Tak sampai 10 menit,
kami sampai di tempat saudara teman saya. Berbasa-basi sebentar kemudian kami langsung
cabut melanjutkan perjalanan ke agen Sinar Jaya menggunakan angkutan umum.
Tepat jam 6.55 WID (Waktu Indonesia Depok) sampailah
kami di agen, 2 lembar tiket Sinar Jaya AC ekonomi kami tebus dengan 2 lembar
uang warna biru ditambah 2 lembar berwarna merah. Mahal? Nggak juga. Karena
schedule keberangkatan kisaran jam 7 pagi, si agen meminta kami untuk segera
naik bus yang sudah siap. Tapi, seperti biasa sebelum naik, ada sesi foto dan
narsis dulu. Nih hasil narsis saya. Hehehe….
Setelah selesai sesi narsisnya, segera kami naik
masuk ke lambung Sinar Jaya berlabel AC ekonomi dengan KTP no B 7358 TGA.
Upssss…..saya kira ini bus nggak penuh ocupasinya, tak taunya full pemirsa,
yang tersisa 2 bangku itu pun terpisah, pas untuk kami berdua.
Tak lama setelah kami meletakkan punggung, driver
pun angkat jangkar, pelan tapi pasti bus pun menyusuri Margonda, sepertinya
driver mengarahkan bus ke tol Cijago. Tak ada hal yang menarik atau sesuatu
yang istimewa dalam perjalanan Cijago, Cikampek, Pantura hingga Brebes. Yang
dapat saya ceritakan hanya laju bus yang kurang ngejoss. Kisaran 60-70 km/jam
pedal gas diinjak driver. Hemmm….
Oiya, ada yang kurang nyaman saya alami dalam
perjalanan ini, busnya memang AC tapi hembusan dinginnya AC kurang saya
rasakan, apa karena perjalanan dilakukan siang hari ? Entahlah, yang pasti temperatur
di dalam bus agak terasa gerah. Yang kemudian membuat saya agak tersenyum
simpul yaitu ternyata banyak lubang louwer AC yang ditutup oleh para penumpang.
Jarene numpak bus AC, lha kok malah
ditutup lubang AC ne’. Piye jal?
Singkat cerita, akhirnya bus pun masuk daerah Brebes
melalui jalur Ketanggungan, dan teman segera mengajak saya menyudahi perjalanan
ini. Kami turun di pinggir jalan yang kiri kanannya banyak terdapat tanaman
bawang merah. Ingin mengetahui apa tujuan saya jauh-jauh melakukan perjalanan ke
Brebes? Tunggu saja episode berikutnya ya? To Be Continue………..
Kamis, 03 Oktober 2013
Orang Jualan Apa yang Kurang Kerjaan?
Entong:
"Orang jualan apa yg kurang kerjaan ?"
Enting: "Orang jualan bakso ?"
Entong: "Salah !"
Enting: "Orang jualan apa dong ?"
Entong: "Orang jualan nasi goreng, udah tau nasinya dah mateng, eh malah
digoreng lagi !"
Enting: "?*!*?#$%#@&?!,"
Enting: "Orang jualan bakso ?"
Entong: "Salah !"
Enting: "Orang jualan apa dong ?"
Entong: "Orang jualan nasi goreng, udah tau nasinya dah mateng, eh malah digoreng lagi !"
Enting: "?*!*?#$%#@&?!,"
Jangan Tunggu Lama-Lama
Tersebutlah kisah sepasang kekasih sedang memadu
cinta. Mereka berjanji sehidup semati, merancang masa depan, membentuk keluarga
kecil bahagia. Namun karena uangnya belum cukup untuk menikah, si pria merantau
ke negeri seberang, mencari persiapan biaya untuk pernikahan mereka.
"Tunggu aku ya sayang, tunggu Kanda membawa uang untuk pernikahan
kita" pamit sang pria kepada wanita pujaannya.
Singkat cerita, karena merasa dana yang ia kumpulkan sudah cukup, pulanglah
sang pria menemui kekasih tercinta. Tak lupa sebuah cincin emas ia beli untuk
sang kekasih, ia sematkan pula nama sang kekasih di cincin tersebut.
Namun apa lacur, rasa kecewa dan marah menggelayut di hatinya ketika mengetahui
sang kekasih telah menikah dengan lelaki lain. Dengan rasa kesal ia ingin
menemui lelaki itu.
"Jangan...jangan kau temui suamiku, nanti kalian berkelahi !" ucap si
wanita.
"Jangan khawatir, aku menemui suamimu bukan untuk mengajaknya berkelahi, tapi
ingin meminta ia untuk membeli cincin yang kubelikan ini untukmu !"
Langganan:
Postingan (Atom)